Menemukan sesuatu yang diam di antara lidah-lidah yang bergerak adalah berkah. Seperti juga menemukan sesuatu yang sunyi di tengah ramai. Saya menemukannya tadi.
---
Pohon-pohon besar dari arah seberang memanggil saya. Daunnya mengangguk-angguk ketika rantingnya melambai. "Lihat ini," teriak salah satu pohon besar.
Saya menoleh. Sepotong jalan aspal bersih di antara sederet pohon-pohon besar berambut gondrong menghampar di depan saya. Mereka menyapa saya dan mengundang saya berjalan di antara mereka.
Saya bergegas menghampiri mereka lalu menyelinap pada keheningan yang dalam di antara daun-daun mereka yang berwarna hijau tua. Saya seperti berada di dalam perut gitar. Senyap walaupun bising di luar. Dan ketika saya menggali lebih dalam, saya bertemu dengan musim gugur yang ramah.
Ia adalah seorang tuan yang memiliki banyak kursi empuk berbentuk daun. Ia bercerita sedikit tentang daun-daunnya. Kata dia, semuanya memang harus kembali ke tanah, seperti daun-daun yang berserakan ini.
Kehilangan hanyalah sesuatu yang bertahan sesaat. "Lihatlah bagaimana daun-daun yang gugur ini perlahan hidup kembali ketika dia berubah menjadi tanah. Kehilanganmu juga begitu. Dalam bentuk yang berbeda, ia akan hadir kembali. Dan kamu akan rasakan bahwa kalian menjadi lebih dekat dari sebelumnya. Ketika itu, kehilangan tidak ada lagi," tuturnya. Saya tersenyum lalu pamit pergi.
Pohon-pohon berambut gondrong sedang tertawa centil ketika saya muncul kembali. Mereka pura-pura kesal dengan angin yang menggoda daun-daun mereka. Saya tidak mau mengganggu mereka. Saya berjalan pelan di tengah mereka. Rasanya seperti pengantin.
Setiap satu langkah kaki saya, satu cemas rontok dari dalam hati. Satu langkah berikutnya, satu cemas rontok lagi. Begitu terus sampai saya tiba di ujung jalan.
Di tempat saya memulai tadi, saya mengamati kembali sepotong jalan aspal dan berderet-deret pohon gondrong. Mereka terlihat sangat menawan. Saya lalu melambai pamit dan kembali ke tengah hiruk pikuk. Terima kasih, jalan Ambon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar