Saya duduk di kursi kayu panjang yang bergoyang-goyang, mau patah. Ada enam orang di atasnya, termasuk saya. Sesekali pantat kami bergoyang, mengikuti goyangan kursi kayu itu.
Dengan kondisinya yang mau patah, saya tahu bahwa jumlah kami terlalu berat untuk punggungnya. Makanya saya berkali-kali berbisik minta maaf pada kursi. Setengah melamun, saya mendengar si kursi membalas permintaan maaf saya yang ke sekian.
Kata dia, maaf saja tidak cukup. "Doakan saya juga," ia melanjutkan. Saya terdiam dengan dahi mengernyit. Saya belum dapat menangkap kata-katanya.
Kursi itu lalu menggoyangkan kaki-kakinya yang rapuh. Pelan. Memilukan melihatnya. "Saya butuh doa," katanya kemudian. "Saya lemah, tidak sempurna, dan tubuh saya hampir patah. Saya butuh doa untuk menguatkan sendi-sendi saya. Untuk membuat saya bertahan dalam ketidaksempurnaan. Untuk membuat saya menerima kondisi saya. Saya butuh doa untuk melewati semua ini," kursi bicara pelan-pelan.
"Kenapa kamu tidak berdoa saja sendiri?" kata saya. Kursi lalu menjawab, "Saya juga berdoa. Tapi saya ingin kamu mendoakan saya juga. Ketika kamu mendoakan saya, bukankah kamu jadi berdoa juga. Dan mungkin doamu untuk saya bisa menjadi doa untuk dirimu sendiri. Siapa tahu ketika itu malaikat lewat,". Saya tidak menjawab lagi.
Saya jadi teringat status facebook seorang teman tentang doa. Dia bilang, berdoa hanyalah pekerjaan orang-orang lemah.
Pikiran saya lari lagi ke sebuah ruangan berwarna pastel. Saya duduk di bangku merah mendengarkan ucapan-ucapan soal doa. Katanya, manusia perlu berdoa karena manusia tidak sempurna dan lemah. Ada kemiripan dari kedua pernyataan tadi. Bahwa manusia lemah.
---
Beberapa saat setelah meninggalkan kursi kayu itu, saya berdoa. Saya mengirim beramplop-amplop doa kepada Tuhan. Selesai menutup amplop yang terakhir, saya beranjak pergi. Langkah saya terasa ringan dan hati saya kini sewarna dengan langit pagi. Sambil jalan, saya menyadari, siapapun manusianya--kaya raya, pintar, bebas masalah, orang miskin, presiden, orang bermasalah, semua adalah lemah. Tidak terkecuali.
Mari berdoa.
Bekasi,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar