Ia adalah nyonya X. Tubuhnya sedikit berisi dengan kulit berwarna cokelat muda. Rambutnya yang memutih, tampak serasi dengan telapak tangannya yang mulai keriput dan lipatan-lipatan di kedua ujung matanya. Nyonya X memiliki bibir kecokelatan, hasil polesan asap rokok selama bertahun-tahun. Dulu ia sering menutupi bibirnya dengan gincu merah, tetapi sekarang dibiarkan saja kecokelatan begitu.
Nyonya X adalah kesayangan semua orang. Ia seperti sofa. Membuat orang nyaman di dekatnya. Pelukannya hangat dan ia juga selalu harum. Nyonya X memiliki telinga yang luar biasa. Ia mendengarkan semua orang. Ia sedikit bicara, lebih senang mendengarkan si anu, si anu, si anu berbicara. Paling ia hanya menimpali, ikut tertawa, atau turut bersimpati.
Nyonya X adalah penjelmaan sore. Ia adalah sore yang tenang dengan warna kuning lembut. Sore yang hangat. Sore yang selalu dirindukan. Suaranya lembut, seperti tiupan malu-malu angin di sore hari. Nyonya X juga mungkin penjelmaan sebuah senja. Karena ia indah dan selalu membuat haru.
.....
Saya rindu pada nyonya X. Dan pada suaminya yang galak, tetapi berhati lembut. Jangan tanyakan lagi mengapa sudah lama kita tidak bertemu, oh nyonya X. Saya juga rindu dan sudah pasti cemas juga. Saya rindu, nyonya X! Lihat saja bagaimana air mata ini selalu ingin ikut bicara ketika saya menelponmu. Kita bertemu nanti ya. Sampaikan salam pada suamimu yang saya rindukan juga. Sudah dua malam ini, saya memimpikannya.
Bekasi, menuju dzuhur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar