Rabu

malam kebelet

Senja mulai habis, saya harus berjaga. Pintu rumah harus ditutup rapat. Pagar digembok. Saya mengintip dari balik gorden putih, sambil menenteng cemas yang memerah. Biasanya kamu datang secepat kedipan mata, makanya saya tidak boleh lengah. 

Saya harus berjaga. Saya merapat ke punggung pintu dengan cemas yang kini bersembunyi di balik keringat. Tandanya adalah suara adzan. Telinga kanan saya mencium pintu cokelat, mengecek keadaan........ sebentar lagi. 

Di luar, matahari semakin pupus. Senja baru selesai pakai gincu merah, menunggu jemputannya yang sudah di ujung jalan. Tidak lama, senja pergi dengan tergesa. Kata dia, penggemarnya di ujung pulau sudah menunggu. 

Saya membuka gorden putih. Lima detik kemudian, suara adzan memecah langit. Membuat dada saya berdegup....... sebentar lagi. Tiba-tiba cicak di balik lukisan berdecak-decak. Pandangan saya teralihkan. "Ssst...saya lagi konsentrasi nih." Cicak lalu pergi sambil mengibaskan ekornya yang pipih.


by: me
Saya membuka kembali gorden putih. Dan malam sudah di depan pintu. Saya menelanjangi malam dari balik gorden. Tangan kanannya membawa gitar dan di saku kemejanya, ada bintang lagi tidur. Hanya itu saja. "Bukain pintunya dong. Kan kemarin ceritanya belum selesai," kata malam. Saya diam. Saya lagi mikir, bukain pintu atau nggak. "Ayo dong, pengen pipis nih."

"Ya udah tapi besok nggak usah datang ya. Saya ingin tidur ditemani matahari," saya teriak dari balik pintu. Waktu saya buka pintu, malam buru-buru masuk sampai gitarnya membentur pintu dan jatuh. Tiba-tiba sepi menggelincir dari balik senar. Sial....kecolongan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar