Rabu

kembang kasur

Sebuah kembang mekar di atas kasur putih. Kembang itu pecah merekah, mengeluarkan bau harapan. Udara kamar berubah menjadi biru muda. Di sana sini yang terlihat hanya biru muda, mirip warna langit ketika sedang merayakan hari baik. Lampu kamar seperti menjelma menjadi matahari. Sinarnya tidak lagi putih, tapi kuning hangat. 

Semua merayakan. Sebuah kembang mekar di atas kasur putih. Pecah, di antara lipatan selimut merah muda. Mahkotanya yang semerah hati, menjinakkan cemas. Warnanya yang ceria membuat kupu-kupu rela bersusah payah membuka jendela untuk menengok ke dalam kamar. Dari pojokan kamar, kaca berbingkai kuning emas diam-diam memotret si primadona. Pagi yang meriah, walaupun itu hanya kembang yang mekar di atas kasur putih.


---
Sekitar pukul 06.00 pagi, lonceng berbunyi satu kali. Gadis berpipi merah terbangun. Ia meraba kasurnya yang kusut dan meneliti selimut merah muda. Kembang merah hati tidak ada di sana. Ia menarik tangannya lalu memandang langit-langit kamar. Gadis itu melihat bekas-bekas air hujan di langit-langit kamar. Dan ia berpikir, mungkin tetesannya yang membuat kembang merah hati mekar. Tetapi..... ia meraba lagi kasurnya. Ia membolak balik selimut merah muda. Tetapi kembang yang mekar tadi tidak ada, ia melanjutkan pikirannya.


Ia kembali berbaring dan menatap langit-langit. Jemari kanannya memegang perutnya yang mengayun pelan. "Mungkin tadi itu mimpi," katanya. Ia terdiam. Dari luar, matahari mulai cerah, pertanda subuh sudah susut. Matahari bilang selamat pagi dan meminta si gadis berpipi merah keluar kamar. "Ada hadiah," katanya.


Si gadis berlari keluar dan menemukan hadiah yang luar biasa. Langit biru cerah tanpa awan, seperti sedang merayakan hari baik. Si gadis tersenyum. Dalam hati ia berkata, "Terima kasih. Kapanpun itu. Itulah yang terbaik."



Bekasi, menuju siang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar