Seminggu ini, pikiran saya seperti anak-anak kecil yang berebutan cokelat. Daripada berbaris rapi menunggu giliran dipanggil, mereka lebih senang saling serobot, ingin tampil lebih dulu. Keluar satu, di ekornya ada satu lagi yang berhati-hati nyempil. Keluar sekaligus dua lalu menantang si nomor empat, lima, enam, delapan, untuk keluar berbarengan. Nakal sekali mereka seminggu ini.
Saya angkat tangan. Menasehati mereka supaya keluar beraturan sama saja menambah kerjaan di tengah setumpuk janji-janji yang belum selesai dilunasi. Dalam keadaan serba kacau, saya bawa diri saya ke pinggir pantai. Lalu duduk tanpa alas di atas pasir hangat yang agak basah.
Bayangan tiga pohon kelapa jatuh di depan saya, bercumbu dengan pasir. Mereka tidak malu-malu di depan saya. Ah...tidak perlu malu juga karena mata saya lebih tertarik menatap laut keperakan. Tidak ada yang berlayar di atas, kecuali sinar matahari yang sudah mendayung hingga ke tengah laut. Dari tepi sini, terlihat sinarnya menyembul-nyembul mengikuti nafas laut yang sedang tertidur. Anak-anak nakal sedang main di sisi kanan pantai.
Sepi sedang terbungkuk-bungkuk mencari kerang di balik pasir. Dia begitu pendiam. Kakinya berjinjit kaget setiap kali kena sundut bagian pasir yang sedang dierami matahari. Dia melihat saya, tersenyum, bilang permisi dengan mengangguk, dan lanjut lagi mencari kerang. Saya cuma mengangguk. Tidak berani bicara, takut menyinggung kebisuannya.
Di atas sana, langit benar-benar jernih. Biru, sebiru-birunya. Entah kenapa saya ingin mengambil cangkir dan menyendoknya untuk dibawa pulang. Saya ingin meletakannya di samping meja komputer. Mungkin bisa menjadi penghilang penat. Angin..oh ya angin, dimana dia? Dari bisik-bisik pohon kelapa, saya dengar, angin sedang malas ke pantai. Hanya sedikit yang mau kemari. Itupun tidak lama. Tidak ada yang tahu kenapa mereka sedang malas. Tetapi belakangan, saat saya pulang dari pantai itu dan berdiri di teras, tahulah saya kemana segerombolan angin itu pergi.
....
Saat matahari sudah benar-benar menyengat, saya angkat pantat...meninggalkan pohon kelapa yang sedang bercumbu, laut yang masih ngorok, langit yang pelan-pelan menarik selimut putihnya, dan sepi yang sedang menghitung kerang di sakunya. Anak-anak nakal saya panggil pulang. Mereka merengut tetapi menurut juga. Di belakang, langkah saya yang membenam pasir, pelan-pelan dicuri ombak.
-Bekasi siang hari, rindu Bali-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar